REVIEW FILM “SIGNAL 100”

 

REVIEW FILM “SIGNAL 100”

 

Muhammad Naufal Monsong

Gmail : mnmshowpart2@gmail.com

Instagram : herpbiki

Youtube : MNM Show

 

Poster Signal 100 (Source : IMDb)
Poster "Signal 100" (Source : IMDb)

 


Abstrak

 

            Banyak orang yang berpikir bahwa, yang bisa mereview sebuah film hanyalah kritikus film. Orang awam dianggap sangat tabu untuk memberikan ulasan karena pengetahuan yang dianggap kurang (Herawan, 2019). Namun kenyataannya, siapa saja boleh mereview film, karena review tidak hanya terpaku pada bagian negatif saja (Sadli, 2017). Pada review ini, penulis akan mengemukakan opini terkait film yang telah ditonton, yaitu “Signal 100”. Film ini pertama kali ditonton oleh penulis satu malam sebelum review ini dibuat. Penulis mengunduh film tersebut di situs Wibusubs.

 

 

Pendahuluan

 

            “Signal 100” adalah film Jepang tahun 2020 yang menceritakan tentang 36 siswa SMA yang terhipnotis setelah melihat video misterius. Sugesti dari hipnotis tersebut adalah, setiap siswa akan melakukan bunuh diri jika melakukan salah satu dari 100 hal yang dilarang. Pengaruh hipnotis baru akan hilang saat satu orang selamat.

 

Film ini dibintangi oleh Kanna Hashimoto, Yuta Koseki, Toshiki Seto, dan beberapa pemeran lainnya. Disutradarai oleh Lisa Takeba dan film ini diadaptasi dari manga yang berjudul sama dari penulis Miyatsuki Arata (Takeba, 2020) (Arata)

 

 

Metode penulisan

 

            Review ditulis dengan menggunakan struktur penulisan ilmiah, namun menggunakan bahasa yang santai layaknya review-review film lain yang beredar di internet. Isi review murni merupakan opini penulis yang bukan seorang kritikus film, melainkan penikmat film biasa. Maka dari itu, beberapa bagian dalam tulisan akan mengandung kalimat yang cenderung kurang umum. Review juga akan menjelaskan beberapa adegan secara rinci, maka dari itu review ini akan mengandung spoiler. Tidak seperti review-review sebelumnya, review kali ini akan memberikan skor berdasarkan opini pribadi penulis.

 

 

Tujuan

 

            Adapun tujuan penulisan review ini adalah untuk mengisi waktu senggang, dimana penulis tidak sedang mengerjakan proyek film pendek, lomba, maupun tugas kuliah. Tujuan penulisan lainnya adalah menyampaikan pendapat penulis yang tersimpan di dalam benak terhadap film yang ditonton; sebagaimana yang diucapkan oleh dosen penulis bahwa, isi otak kita harus diketahui oleh dunia . Selain itu, tujuan lainnya adalah untuk mengurangi isi hard drive laptop tempat penulis menyimpan film. Dengan selesainya review ini, film “Signal 100” pun akan dihapus dari laptop penulis.

 

 

Pembahasan

 

Karakter

            Karakter yang mungkin terlalu banyak, sehingga kurang yang bisa dieksplor. Ditambah durasi film yang hanya satu setengah jam sehingga tidak banyak yang bisa digali dari karakter-karakter dalam film ini. Meski begitu, beberapa dari mereka menunjukkan performa yang bagus.

 

Kanna Hashimoto sebagai Kashimura Rena

            Kashimura seharusnya bertindak sebagai tokoh utama dan lebih banyak disorot. Namun karena terlalu banyak karakter yang muncul ketika konflik berlangsung, kesempatan disorot tidak terlalu banyak. Hal ini sangat disayangkan berhubung Kashimura diperankan oleh Kanna Hashimoto yang merupakan aktris favorit penulis.

 

            Karakter Kashimura sepertinya digambarkan sebagai gadis SMA biasa yang tidak terlalu peduli tentang percintaan. Dan seperti karakter naïf yang klise dalam manga lainnya, Kashimura bersifat optimis dan mementingkan kerjasama dengan karakter lain, bahkan musuh sendiri.

 

            Perubahan Kashimura selama konflik berlangsung dan menjelang ending film rasanya tidak ada yang spesial. Kanna yang sepertinya terlalu banyak bermain di film komedi –meski dorama yang serius tidak sedikit-- seakan kesulitan untuk berada di Signal 100.

 

Yuta Koseki sebagai Sakaki Sota

            Siswa cool dari klub sepak bola. Digambarkan sebagai remaja yang peduli dengan teman-teman satu klubnya, sahabatnya, dan orang yang ia sukai. Ia menyukai Kashimura, sementara ada gadis lain yang menyukainya namun Sota tidak peka. Mungkin bukan tidak peka, tapi lebih ke menelantarkan orang yang menyukainya. Yah, cowok cool ini agak tega.

 

Toshiki Seto sebagai Wada Hayato

            Wada adalah karakter antagonis. Dia licik dan hanya mementingkan diri sendiri. Ia menyembunyikan aturan-aturan terlarang yang ia ketahui. Menjelang ending, akhirnya ketahuan bahwa, ia adalah sahabat masa kecil Sota dan pernah mengajaknya bunuh diri. Entah apa yang mendasari motifnya ingin bertahan dari hipnotis itu.

 

Shido Nakamura sebagai Shinobe

            Shinobe adalah villain utama. Ia adalah dalang dibalik semuanya. Digambarkan sebagai guru berkacamata yang terlihat lembut namun agak creepy karena ia adalah psikopat. Sempat diperlihatkan bunuh diri sehingga membuat asumsi bahwa ia juga terkena hipnotis, namun ternyata di ending film ia masih hidup.

 

Yui Kitamura sebagai Minowa

            Minowa adalah salah satu sahabat Kashimura. Sampai pertengahan film ia menunjukkan kerja sama dan mendampingi Kashimura. Namun karena kecemburuannya akibat Kashimura selalu didekati oleh Sato, bahkan ‘dicampakkan’ oleh Sato, ia berbalik menjadi musuh.

 

            Masih banyak karakter lain seperti Yoshikawa yang menjadi siswi pertama yang terhipnotis, Sanae, Haru, Seiya, Sonoda, dan lainnya yang tentunya akan terlalu banyak jika dideskripsikan satu per satu.

 

Cerita

            Jujur saja, penulis sempat berharap banyak ketika melihat trailer film “Signal 100” ini. Trailer yang dipenuhi cuplikan gore membuat penulis berpikir film ini akan sangat seru. Well yes, but actually no.

 

            Semuanya terjadi begitu cepat, mulai dari adegan belajar di kelas, kemudian masuk ke fase hipnotis, bunuh diri dan sebagainya. Jeda untuk pengenalan karakter yang begitu banyak sayang sekali tidak sepadan. Begitu juga sebab akibat terkait apa yang sedang terjadi, seperti mengapa mereka tiba-tiba disuruh berkumpul di aula hipnotis.

 

            Kashimura dengan “ayo kita bekerja sama mencari solusinya”  dan “aku ingin mempercayai musuh kita” yang klise tidak terlalu sreg di hati penulis. Keberaniannya membentak guru, simpatinya pada kawan-kawan, serta cukup pintar dalam menyadari sinyal sebenarnya merupakan hal yang bagus. Namun entah mengapa justru itu membuatnya kurang enjoyable. Mungkin karena tidak cocok dengan persona Kanna yang ceria di beberapa film lainnya –lebih tepatnya penulis baru pertama kali melihat akting serius Kanna.

 

            Kenaifan Kashimura juga benar-benar membuang waktu. Lagi-lagi dengan “ayo kita bekerja sama mencari solusi” padahal bahaya sedang mengancam mereka. Kelompok Kashimura bisa saja membunuh Wada, namun dengan bodohnya Sakaki Sato tidak mengeluarkan jari telunjuk.

 

            Motif Shinobe selaku villain utama juga kurang jelas. Dia hanya mengatakan pada para siswa bahwa, kejadian itu adalah demi kebaikan mereka sendiri, sebagai latihan sebelum terjun ke masyarakat. What the hell? Ingin menjadikan siswanya lebih baik dengan cara membiarkan mereka bunuh diri hingga hanya tersisa satu orang yang selamat besok paginya? Motivasi macam apa itu?

 

            Film ini mengangkat konsep seperti film “Battle Royale” (2000), dimana para siswa bertarung satu sama lain hingga tersisa satu orang; namun sayangnya konsep tersebut nampaknya agak berbeda. Di film “Signal 100” ini, mereka bahkan tidak bisa saling menyakiti secara fisik. Motivasi di film “Battle Royale” bisa dikatakan ‘lebih masuk akal’ daripada motivasi Shinobe.

 

            Mohon maaf untuk para pembaca manga dan fans Kanna Hashimoto, tapi penulis menganggap film ini kurang berhasil. Durasi 1 jam 28 menit sepertinya masih kurang untuk membawakan cerita yang diadaptasi dari manga. Terlihat banyak hal yang di-press.

 

            Kembali ke Shinobe. Background Shinobe juga tidak jelas. Sempat diperlihatkan ia bunuh diri seperti siswa lain. Namun di akhir film ditunjukkan mayatnya menghilang dan ternyata ia masih hidup dalam keadaan dirantai. Siapa Shinobe sebenarnya juga tidak dijelaskan, apakah ia iblis atau anggota sekte yang masih tersisa. Bagaimana Kashimura yang sudah menjadi kriminolog menemukan Shinobe juga tidak dijelaskan

 

Shinobe masih hidup

            Ending filmnya adalah Kashimura memutarkan video hipnotis yang sama pada Shinobe. Sayangnya itu tidak terlalu memuaskan. Maksud penulis, apa gunanya? Shinobe bahkan ternyata tidak bisa mati setelah menjatuhkan diri dari gedung sekolah, lalu buat apa menghipnotis Shinobe agar bunuh diri?

 

            Shinobe yang masih hidup sepertinya tidak bisa menjadi plot twist yang memuaskan. Penulis sempat berharap plot twistnya ada pada karakter Wada, karena salah satu signal bunuh diri adalah membeberkan tentang hipnotis, dan Wada melakukannya namun tidak mati. Ternyata tidak ada dan bagian tersebut menjadi plot-hole.

 

            Meski begitu, ada beberapa poin positif juga dari film ini. Ada karakter bernama Minowa, yang juga merupakan salah satu teman dekat Kashimura. Karakter Minowa sebenarnya menyukai Sato, namun cintanya bertepuk sebelah tangan karena ternyata Sato justru menyukai Kashimura. Minowa akhirnya berbalik menjadi musuh. Perkembangan karakter yang bagus namun tampaknya terlalu cepat.

 

Minowa jahat

            Sebenarnya konsep film ini lumayan gila. Battle royale namun tidak bisa menyakiti satu sama lain dan mereka hanya diberi waktu sampai besok pagi. Bisa dibayangkan betapa helpless-nya mereka ditambah mereka harus memainkan taktik bertahan hidup.

 

            Jangan lupa karakter Wada yang bermuka dua dan licik. Karakter seperti Wada sebenarnya cukup banyak di film dan serial lain. Namun justru kelicikan Wada yang menunjang plot film “Signal 100” ini. Penulis kasihan dengan karakter Sanae, gadis imut nan polos yang menjadi korban kelicikan Wada setelah adegan kissing.

 

Sanae

 

Wada x Sanae

Editing

            Warna cukup bagus. Cuplikan adegan gore berhasil membuat ngilu. Footage hipnotis yang sesekali ditampilkan dengan cepat juga cukup menyilaukan mata sehingga seakan-akan kita juga bisa merasakan hipnotis tersebut. Yang menjadi sedikit masalah adalah CGI, tepatnya di adegan keluar sekolah, namun masih bisa ditolerir.

 



Adegan hipnotis

CGI putar leher

            Untuk musik scoring, tidak terlalu menegangkan. Terlebih pada adegan baku tunjuk di aula sekolah. Penulis kurang tahu genrenya –RnB? Upbeat? Yang cukup intens mungkin ada pada adegan kecurigaan para anak klub sepakbola, dan juga adegan ketika Wada menyiramkan soda ke tubuh teman-temannya.

Adegan menyiram soda

 

 

Plus minus

Plus :

-        -  Kanna Hashimoto

-          - Beberapa karakter cantik berseragam SMA

-         -  Kanna Hashimoto lagi, kali ini dari segi akting. Meskipun karakter yang dibawakan Kanna terkesan naif dan agak klise, tapi harus diakui Kanna mampu berakting serius.

-        -   Cuplikan gore yang lumayan membuat ngilu.

-          - Kelicikan Wada.

-          - Beberapa pemeran tokusatsu ada di sini, meskipun hal tersebut adalah hal yang wajar.

 

Parado Kamen Rider Ex Aid

Yamato Zyuohger


Kamen Rider Brave


Minus :

-          - Plot yang terlalu diburu.

-          - Karakter pendukung yang terlalu banyak.

-          - Motivasi dan background Shinobe yang tidak jelas.

-          - Ending tidak terlalu memuaskan.

 

 

Best lines

            Best line keluar dari mulut Kashimura di awal-awal film. Sangat relevan dan menggambarkan keadaan sekitar kita, dimana orang-orang sering merasa benar sendiri.


 

Kashimura       :           “Kubilang, apa maksudnya? Bilangnya demi kami, bukankah itu hanya

supaya Pak Guru terlihat benar?!”

 

 

Kesimpulan

 

            Meskipun ada beberapa kekurangan –lebih tepatnya penulis pribadi merasa kurang sreg dengan filmnya, tetap ada poin-poin positif dalam film ini. Poin plus paling utama di film “Signal 100” ini tentunya adalah Kanna Hashimoto. Untuk keseluruhan film, penulis memberi rating 6.3/10. But hey, this review is based on my personal opinion, so it’s subjective.

 

Works Cited

Arata, M. Signal 100.

Herawan, B. A. (2019, Januari 6). Memang Kenapa Kalau Orang Awam Bikin Review Film? Retrieved Juni 23, 2019, from Medium: https://medium.com/@aryandiaz/memang-kenapa-kalau-orang-awam-bikin-review-film-d4559c2ae19

Sadli, I. (2017, September). Belajar Cara Menulis Review Film. Retrieved Juni 23, 2019, from ilhamsadli: https://www.ilhamsadli.com/2017/09/belajar-cara-menulis-review-film.html

Takeba, L. (Director). (2020). Signal 100 [Motion Picture].

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Film "The Ninth Gate"

REVIEW FILM “FLIGHT OF THE PHOENIX”