REVIEW FILM “ER IST WIEDER DA”
REVIEW FILM “ER IST
WIEDER DA”
Muhammad Naufal Monsong
Instagram : herpbiki
Youtube : MNM Show
Poster "Er Ist Wieder Da" Sumber : Google |
Abstrak
Banyak orang yang berpikir bahwa,
yang bisa mereview sebuah film hanyalah kritikus film. Orang awam dianggap
sangat tabu untuk memberikan ulasan karena pengetahuan yang dianggap kurang (Herawan, 2019) . Namun kenyataannya,
siapa saja boleh mereview film, karena review tidak hanya terpaku pada bagian
negatif saja (Sadli, 2017) . Pada review ini,
penulis akan mengemukakan opini terkait film yang telah ditonton, yaitu “Er Ist
Wieder Da”. Film ini pertama kali ditonton oleh penulis saat liburan setelah
kuliah semester 4. Penulis menemukan keberadaan film ini di sebuah postingan
pada beranda Facebook beberapa bulan sebelumnya.
Pendahuluan
“Er Ist Wieder Da” yang dalam
terjemahan Bahasa Indonesia berarti “Dia Kembali” adalah film satire Jerman
yang dirilis tahun 2015. Menceritakan tentang salah satu sosok paling kejam di
dalam sejarah Perang Dunia II, Adolf Hitler, yang tiba-tiba terbangun di kota
Berlin modern dan melihat semuanya telah berubah. Tidak ada lagi bom, tidak ada
lagi pesawat tempur, dan tidak ada lagi perang. Setelah berjalan agak jauh,
akhirnya Sang Fuhrer menyadari bahwa, ia telah terlempar jauh ke tahun 2014.
Hitler bertemu banyak orang, mulai dari anak-anak Jerman modern, penjual koran
yang menolongnya, hingga sosok jurnalis Fabian Sawatzki yang membantunya
menyesuaikan diri dengan keadaan negara Jerman yang baru.
Film ini dibintangi oleh Oliver
Masucci sebagai Adolf Hitler, Fabian Busch sebagai Fabian Sawatzki, Franziska
Wulf sebagai Krömeier, Christoph Maria Herbst sebagai Sensenbrink, Katja
Riemann sebagai Katja Bellini, Lars Rudolph sebagai penjual koran, dan masih
banyak karakter minor lainnya. Film ini merupakan adaptasi dari novel karya
Timur Vermes (Wnendt, 2015) .
Metode penulisan
Review ditulis dengan menggunakan
struktur penulisan ilmiah, namun menggunakan bahasa yang santai layaknya
review-review film lain yang beredar di internet. Isi review murni merupakan
opini penulis yang bukan seorang kritikus film, melainkan penikmat film biasa.
Maka dari itu, beberapa bagian dalam tulisan akan mengandung kalimat yang
cenderung kurang umum. Review juga akan menjelaskan beberapa adegan secara
rinci, maka dari itu review ini akan mengandung spoiler. Untuk menghemat waktu
penulisan review, beberapa kalimat hanya disalin dari review sebelumnya, dimana
hal tersebut dianggap legal oleh penulis karena review yang disalin juga
merupakan tulisan pribadi penulis. Untuk tautan review film sebelumnya, akan
ditampilkan pada referensi pada bagian akhir review (Monsong,
2019) .
Dan belajar dari kesalahan pada review sebelumnya, penulis tidak akan
menyertakan masalah sinematografi, karena penulis tidak terlalu ahli dalam
bidang tersebut.
Tujuan
Adapun tujuan penulisan review ini
adalah untuk mengisi waktu senggang, dimana penulis tidak sedang mengerjakan
proyek film pendek, lomba, maupun web series, meskipun sudah memasuki masa
perkuliahan. Tujuan penulisan lainnya adalah menyampaikan pendapat penulis yang
sudah lama tersimpan di dalam benak terhadap film yang ditonton; sebagaimana
yang diucapkan oleh dosen penulis bahwa, isi otak kita harus diketahui oleh
dunia . Selain itu, tujuan lainnya adalah untuk mengurangi isi hard drive
laptop tempat penulis menyimpan film. Dengan selesainya review ini, film “Er
Ist Wieder Da” pun akan dihapus dari laptop penulis.
Pembahasan
Karakter
Menurut pendapat pribadi penulis,
ada ketidakseimbangan kemunculan karakter pada film “Er Ist Wieder Da” ini.
Contohnya adalah karakter Penjual Koran yang diperankan oleh Lars Rudolph.
Meskipun plot dari film ini menggunakan alur maju, dimana ada kesempatan bagi
setiap karakter pendukung untuk hilang dari layar, namun rasanya agak kurang
adil jika karakter tersebut menghilang begitu saja di sisa cerita.
Oliver
Masucci sebagai Adolf Hitler
Oliver Masucci memerankan sosok
Hitler dengan baik. Meskipun film ini bergenre komedi, dimana Masucci juga
harus berakting lucu di beberapa adegan, dia juga mampu membawa sisi serius,
cerdas, puitis, dan berwibawa dari Hitler. Penulis merasa salut pada casting
director dan penata rias yang membuat Oliver Masucci sangat mirip dengan Hiter.
Seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, film ini bergenre komedi. Dan komedi yang ditampilkan pada sosok
Adolf Hitler di sini adalah kebingungannya ketika tiba-tiba terlempar ke masa
depan, dimana semuanya terasa aneh bagi sosok yang hidup pada jaman Perang
Dunia. Sisi komedi terus berlanjut ketika Hitler mencoba beradaptasi dengan
dunia modern. Hampir tidak ada sama sekali sisi kejam Hitler yang ditampilkan
pada film ini. Sosok Adolf Hitler yang dideskripsikan pada buku-buku sejarah sebagai
sosok yang bengis tiba-tiba menjadi sosok yang polos namun penuh ambisi
diperankan oleh Masucci.
Satu hal yang mengganjal pada
karakter utama ini adalah perannya di akhir film. Setelah berkonfrontasi dengan
Sawatzki yang kemudian menjadi adegan film dalam film tersebut (Yo Dawg),
sehingga membuat Sawatzki dimasukkan ke Rumah Sakit Jiwa, Hitler tidak ada niat
sama sekali untuk menolong Sawatzki. Membuat penulis bingung dengan posisi
karakter Hitler sebenarnya, apakah dia masuk hero atau villain. Namun
pada akhirnya, dia tetaplah Adolf Hitler.
Fabian
Busch sebagai Fabian Sawatzki
Sawatzki merupakan reporter dengan
karir yang buruk di stasiun MyTV. Setelah dipecat karena tidak bisa
menghasilkan sesuatu yang bagus –dimana sebenarnya hanya sebagai pelampiasan
kekesalan, Sawatzki merasa putus asa. Berkat bantuan ibunya yang menyadari
sosok Hitler berada di belakang tempat syuting, Sawatzki berhasil menemui
Hitler dan mendongkrak karirnya. Sawatzki merupakan sosok yang ambisius namun
kaku di hadapan wanita.
Persahabatannya dengan Hitler
membangkitkan sisi komedi dan drama pada film ini. Perkembangan karakter
Sawatzki menjelang akhir film sebenarnya cukup baik. Namun hal yang disayangkan
penulis adalah nasib Sawatzki akibat perkembangan karakter tersebut. Di akhir
film, Sawatzki masuk Rumah Sakit Jiwa setelah menyadari keaslian sosok Hitler
dan mengobrak-abrik kamar Hitler dirawat. Hal ini sangat mengganggu penulis.
Membuat penulis bertanya, mengapa sosok protagonis harus berakhir demikian.
Lars
Rudolph sebagai Penjual Koran
Penjual Koran adalah karakter
pendukung pertama yang ditemui Hitler. Setelah pingsan di depan kios korannya,
Si Penjual Koran menolong Hitler dan membiarkannya menginap di kios itu.
Penjual Koran digambarkan sebagai sosok pria paruh baya yang sebenarnya ramah,
namun tetap saja berjiwa pedagang –butuh uang. Kehadirannya di 28 menit pertama
dalam film membuat penulis berpikir Si Penjual Koran akan berpengaruh besar
pada perkembangan cerita. Dan di situlah masalahnya.
Setelah adegan Hitler dan Sawatzki
pergi meninggalkan kios, Penjual Koran menghilang. Peran Lars sudah selesai.
Penulis mengira, Penjual Koran akan muncul kembali di akhir film; namun
ternyata tidak. Penulis merasa hal itu kurang adil, karakter pendukung yang
muncul pertama lalu menolong karakter utama tidak muncul kembali di akhir walau
hanya sebentar. Namun kembali lagi, ini semua keinginan tim produksi film.
Franziska
Wulf sebagai Krömeier
Krömeier diceritakan sebagai gadis
penyuka hal-hal berbau gothic dan satanis. Meski penampilannya nyentrik saat di
tempat kerja, ia memiliki gaya bicara yang imut. Krömeier menyadari perasaan
Sawatzki dan menyambutnya. Krömeier juga yang membantu Hitler memahami komputer
dan internet. Krömeier memiliki nenek seorang Yahudi dan suka berkumpul bersama
teman kelompoknya yang sesama pecinta gothic.
Penulis awalnya mengira Krömeier
akan menjadi sosok gadis yang judes. Terlebih ketika Sawatzki sering
menggodanya. Namun sifat kekanak-kanakan dan gaya bicara yang imut paling
menonjol pada adegan mengenalkan komputer pada Hitler. Penulis tahu, sebenarnya
Wulf adalah wanita yang cantik. Hanya saja penampilannya di film ini membuat
penulis kurang menyukainya.
Christoph
Maria Herbst sebagai Sensenbrink
Sensenbrink adalah sosok antagonis
di film ini. Sosok yang mendambakan kepemimpinan di MyTV sejak lama, namun
digeser oleh Bellini. Awalnya berusaha menyingkirkan Bellini dengan memasukkan
Hitler ke program acara Krass Alter yang membahas hal-hal sensitif. Alih-alih
membuat penonton marah, usaha Sensenbrink malah semakin menaikkan karir Hitler
dan Bellini.
Acara "Krass, Alter!", strategi Sensenbrink menjatuhkan Bellini |
Sensenbrink merupakan sosok yang
ambisius dan licik, namun tidak kejam. Sangat cocok sebagai villain di film komedi.
Katja
Riemann sebagai Katja Bellini
Bellini adalah wanita paruh baya
saingan Sensenbrink. Kemunculan awalnya dengan tawa seperti Welas Asri membuat
penulis berpikir bahwa, Bellini adalah sosok yang konyol. Di lua dugaan,
keseriusan Bellini muncul saat bertemu Hitler.
Seperti penggambaran Hitler dalam
narasi POV-nya, Bellini adalah sosok
wanita yang tangguh. Dia pantang menyerah, meski sudah berhasil dijatuhkan oleh
Sensenbrink. Di akhir film, keseriusan Bellini masih terlihat saat mengantar
Hitler berkeliling kota. Cukup bagus, meskipun bukan karakter favorit penulis.
Cerita
Komedi satire yang menceritakan
bagaimana seandainya jika Adolf Hitler masih hidup. Sangat menarik, mengingat
penulis sendiri terkadang berandai-andai tentang hal yang sama. Namun yang
disajikan dalam film ini benar-benar berbeda dengan pemikiran penulis. Komedi
yang menggelitik, pelajaran sejarah, dark
jokes¸ drama persahabatan, dan permasalahan sosial masyarakat Jerman dalam
bentuk footage wawancara benar-benar
menghibur dan mengedukasi.
Asal mula Hitler bisa terbangun di
Berlin modern melalui perjalanan waktu di awal film membuatnya hampir seperti
film fiksi ilmiah atau film fantasi. Namun komedi yang muncul seiring
berjalannya film membuat penulis lupa hal tersebut. Menjelang akhir, hal
tersebut diingatkan kembali pada adegan syuting film. Penulis akhirnya
bertanya-tanya, mengapa mesin waktu yang digunakan Hitler tidak dijelaskan.
Meskipun Sawatzki menemukan bahwa, ‘mesin waktu’ Hitler adalah Bunker Führer
yang tepat berada di bawah Hitler terkapar, tetap tidak ada penjelasan mengapa
bunker itu bisa menyebabkan perjalanan waktu. Namun kembali lagi, genre film
ini adalah komedi satire.
Meski lucu dan menghibur, masih ada
beberapa hal yang menjadi kejanggalan bagi penulis. Diantaranya adalah penggunaan
footage wawancara dalam film.
Diceritakan di film bahwa, Sawatzki dan Hitler berkeliling Jerman untuk
wawancara dengan rakyat dan membuat video berita. Namun pada saat wawancara,
keduanya terlihat bersama narasumber di dalam pengambilan gambar. Meski tidak
dijelaskan dalam adegan tersebut bahwa, mereka sedang melakukan wawancara tanpa
kamera, adegan wawancara tersebut seakan mengindikasikan ada kru ketiga yang
ikut bersama Sawatzki dan Hitler. Tentu saja itu adalah juru kamera film, namun
tetap saja hal ini mengganjal.
Hal lain yang mengganjal adalah pada
adegan Hitler mengumpulkan dana dengan menggambar sketsa wajah. Ada seorang
pria paruh baya yang menegur Hitler karena berpenampilan seperti Hitler di
tahun 2014. Adegan tersebut terkesan sangat dipaksa, dimana pria paruh baya
tersebut terlihat sangat kentara sedang membaca teks.
Kemudian yang paling mengganjal
adalah adegan Sawatzki masuk rumah sakit jiwa, dimana hal ini sudah disebutkan
beberapa kali sebelumnya. Namun ini sangat mengganggu dari sisi cerita. Penulis
merasa, adegan seperti ini tidak terlalu diperlukan. Akhir yang tragis dari
karakter kategori allies seakan
merusak ending cerita. Mungkin akan lebih terasa mendingan jika akhir dari
Sawatzki adalah karirnya tidak ikut naik seperti Bellini dan akhirnya harus
membantu ibunya dengan usaha lain. Tapi kembali lagi, ini adalah keinginan
penulis cerita.
Sawatzki masuk rumah sakit jiwa |
Selanjutnya adalah sosok Youtuber
yang ikut bermain dalam film ini. Pada adegan pembahasan Hitler di Youtube,
beberapa Youtuber membahas soal Hitler. Dan salah satu Youtuber tersebut entah
mengapa membuat penulis kesal. Mungkin karena ekspresinya.
Youtuber |
Poin abu-abu pada film ini adalah
adegan ketika Hitler mulai dibuat viral oleh rakyat Jerman. Saat Hitler hadir
diantara suporter Jerman pada Piala Dunia, banyak yang bersorak dan mengajak
Hitler untuk selfie. Namun ada satu
pemuda yang terlihat sangat membenci Hitler dan bertindak beringas. Akhirnya
pemuda itu dibekap dan didipakaikan kaos jersey
tim sepakbola Jerman. Terlepas dari apakah pemuda itu termasuk cast film atau
adegan itu adalah footage asli,
rasanya perlakuan orang-orang terhadap pemuda tersebut cukup tega. Meskipun sebenarnya, adegan itu terlihat agak lucu.
Pemuda Jerman "dikeroyok" |
Adapun hal yang penulis sukai dari
film ini diantaranya adalah adegan ketika Sawatzki menjelaskan pada Hitler
makna kata “Nigga” dalam lagu Hip-hop yang berarti “teman”. Saat Hitler mulai
memahami makna lain dari kata rasisme tersebut, Hitler mengejutkan Sawatzki
dengan bangkai anjing yang ditembak sebelumnya dan berkata “Hei, Nigga”. Hitler
memperlakukan bangkai anjing tersebut seperti boneka dan mencoba bercanda
dengan Sawatzki dengan kosakata baru yang dipelajarinya. Adegan ini sangat
mengundang gelak tawa penulis. Dimohon untuk para pembaca agar memaafkan
penulis yang memiliki selera humor berbau rasisme, karena adegan itu termasuk dark jokes.
Lelucon rasisme |
Selanjutnya ketika Sawatzki dan
Hitler mengagumi indahnya pemandangan di daerah perbukitan. Saat serius
mengagumi pemandangan, Hitler membuang sampah sembarangan.
Hitler buang sampah sembarangan |
Hitler belajar komputer |
Selanjutnya adalah ketika adegan parodi film “Der Untergang” (Hirschbiegel, 2004) . Diceritakan karir
Hitler, Sawatzki, dan Bellini di MyTV terhenti akibat footage Hitler menembak mati seekor anjing. Sensenbrink akhirnya
berkuasa, namun rating MyTV menurun drastis, terlebih saat acara “Krass, Alter”
berhenti tayang. Saat itulah parodi film “Der Untergang” dimulai. Penulis
pribadi menonton cuplikan adegan “Der Untergang” di Youtube.
Parodi "Der Untergang" |
Hal yang terus terpikirkan oleh
penulis adalah ketika adegan menggambar sketsa wajah, salah seorang pelanggan
yang mengaku gelandangan sangat mirip bintang film dewasa, Johnny Sins. Penulis
sempat bertanya-tanya, apakah benar dia Johnny Sins. Namun ternyata hanya
mirip.
Johnny Sins Sumber : Google |
Best
lines
Secara pribadi, tidak ada kalimat
dialog yang terlalu mengesankan bagi penulis. Masalah yang diangkat dalam film
sebenarnya cukup serius, namun tidak ada kata-kata yang cukup “wow” keluar dari
mulut karakter.
Namun ada satu dialog yang terdengar
“boleh” di telinga penulis; atau dalam hal ini terlihat pada subtitel.
Hitler :“Pemimpin bukan apa-apa tanpa rakyatnya.
Seperti Mozart tanpa pianonya. Dia bisa bermain biola dengan adiknya, tetapi
bisa apa dia dengan biola?”
Host :“Apa pianomu?”
Hitler :“Rakyat. Aku bermain piano dengan rakyat.”
Host :“Tuts hitamnya juga?”
Hitler :“Tuts hitamnya juga. Ketika mereka harus
dipencet.”
Kesimpulan
Terlepas dari beberapa kekurangan
dan kejanggalan dalam film, “Er Ist Wieder Da” cukup memuaskan penulis dari
sisi komedi. Hal yang paling disukai penulis adalah dark jokes dalam film yang sejatinya memang tema utama dan cukup
sensitif untuk dibahas. Rasa salut penulis pada bagian casting dan penata rias
yang berhasil menemukan sosok yang benar-benar mirip Hitler, dan juga pada
aktor Oliver Masucci yang sukses membawa sisi lain dari Adolf Hitler.
Works Cited
Herawan, B. A. (2019, Januari 6). Memang Kenapa
Kalau Orang Awam Bikin Review Film? Retrieved Juni 23, 2019, from Medium:
https://medium.com/@aryandiaz/memang-kenapa-kalau-orang-awam-bikin-review-film-d4559c2ae19
Hirschbiegel, O.
(Director). (2004). Der Untergang [Motion Picture].
Monsong, M. N. (2019,
Juni 29). Review Film "Flight of The Phoenix". Retrieved
September 1, 2019, from Ini Blog Review Film Ya?:
https://mnmshowpart2herpbiki.blogspot.com/2019/06/review-film-flight-of-phoenix.html
Sadli, I. (2017,
September). Belajar Cara Menulis Review Film. Retrieved Juni 23, 2019,
from ilhamsadli:
https://www.ilhamsadli.com/2017/09/belajar-cara-menulis-review-film.html
Wnendt, D. (Director).
(2015). Er Ist Wieder Da [Motion Picture].
Komentar
Posting Komentar