REVIEW FILM “FLIGHT OF THE PHOENIX”


REVIEW FILM “FLIGHT OF THE PHOENIX”

Muhammad Naufal Monsong
Instagram : herpbiki
Youtube : MNM Show


 Hasil gambar untuk flight of the phoenix
Poster film Flight of The Phoenix
(Sumber : Google search)


Abstrak

               Banyak orang yang berpikir bahwa, yang bisa mereview sebuah film hanyalah kritikus film. Orang awam dianggap sangat tabu untuk memberikan ulasan karena pengetahuan yang dianggap kurang (Herawan, 2019). Namun kenyataannya, siapa saja boleh mereview film, karena review tidak hanya terpaku pada bagian negatif saja (Sadli, 2017). Pada review ini, penulis akan mengemukakan opini terkait film yang telah ditonton, yaitu “Flight of The Phoenix”. Film ini pertama kali ditonton oleh penulis saat kelas 5 SD di Global TV, dimana saat itu sensor belum gencar di pertelevisian Indonesia. Kesempatan mereview baru datang saat ini setelah memiliki laptop dan berhasil mengunduh film tersebut di situs Layarkaca21.


Pendahuluan

    “Flight of The Phoenix” adalah film tahun 2004 yang menceritakan tentang sekelompok penambang minyak dan dua kru pesawat yang terjebak di gurun Gobi setelah pesawat mereka dihantam badai pasir. Disutradarai oleh John Moore. Dibintangi oleh Dennis Quaid sebagai Frank Towns, Tyrese Gibson sebagai AJ, Giovanni Ribisi sebagai Elliot, Miranda Otto sebagai Kelly, Tony Curran sebagai Alex Rodney, Kirk Jones sebagai Jeremy, Jacob Vargas sebagai Sammi, Hugh Laurie sebagai Ian, Scott Michael Campbell sebagai Liddle, Kevork Malikyan sebagai Rady, Jared Paladecki sebagai Davis, Paul Ditchfield sebagai Dr. Gerber, Martin Hindy sebagai Newman, Bob Brown sebagai Kyle, dan Anthony Wong sebagai ketua perampok. Film ini merupakan remake dari versi tahun 1965 yang berjudul “The Flight of The Phoenix” (Moore, 2004).


Metode penulisan

              Review ditulis dengan menggunakan struktur penulisan ilmiah, namun menggunakan bahasa yang santai layaknya review-review film lain yang beredar di internet. Isi review murni merupakan opini penulis yang bukan seorang kritikus film, melainkan penikmat film biasa. Maka dari itu, beberapa bagian dalam tulisan akan mengandung kalimat yang cenderung kurang umum. Review juga akan menjelaskan beberapa adegan secara rinci, maka dari itu review ini akan mengandung spoiler.


Tujuan

          Adapun tujuan penulisan review ini adalah untuk mengisi waktu senggang, dimana penulis tidak sedang mengerjakan proyek film pendek, lomba, maupun web series. Tujuan penulisan lainnya adalah menyampaikan pendapat penulis yang sudah lama tersimpan di dalam benak terhadap film yang ditonton; sebagaimana yang diucapkan oleh dosen penulis bahwa, isi otak kita harus diketahui oleh dunia . Selain itu, tujuan lainnya adalah untuk mengurangi isi hard drive laptop tempat penulis menyimpan film. Dengan selesainya review ini, film “Flight of The Phoenix” pun akan dihapus dari laptop penulis.


Pembahasan

Karakter
             Secara porsi, para karakter mendapat porsi yang seimbang untuk jumlah mereka. Durasi film selama 1 jam 52 menit, dikurangi kemunculan para karakter berjumlah 15 orang selama 1 jam 42 menit. Setiap karakter mendapat giliran masing-masing untuk disorot menjadi sebuah sequence.

Dennis Quaid sebagai Frank Towns

           Frank Towns digambarkan sebagai pilot pesawat  H0180-H yang bersifat masa bodoh terhadap ocehan para pegawai kilang minyak, menjengkelkan, serta terkesan otoriter, namun tetap menegaskan diri sebagai pemimpin. Kepribadian ini mulai berubah setelah berbicara dengan Liddle tentang usaha merakit pesawat. Meskipun beberapa kali menghadapi masalah baik sesama penyintas maupun dari gurun pasir itu sendiri, Frank tetap berhasil menunjukkan bahwa, dia adalah pemimpin yang bertangung jawab.

Tyrese Gibson sebagai AJ

             AJ adalah co-pilot H0180-H. Dia memiliki sifat yang kurang lebih mirip seperti Frank, hanya saja tetap sadar akan posisinya sebagai bawahan Frank, dan tetap mengikuti perintah. Ketika dia marah, dia mengancam para penyintas dengan pistolnya. Awalnya, AJ menunjukkan sikap arogan terhadap Rodney, yang kemudian berganti menjadi simpati saat Rodney sekarat setelah melindunginya. Peran Tyrese Gibson di sini tidak terlalu banyak melawak, berbeda jauh dengan perannya di film 2 Fast 2 Furious sebagai Roman.

Miranda Otto sebagai Kelly

         Kelly merupakan pimpinan para kru kilang minyak. Dia merupakan pribadi wanita yang tangguh dan peduli terhadap sesamanya. Awalnya dia sempat merasa jengkel dengan Frank, namun setelah sifat Frank berubah, Kelly mulai terlihat tertarik. Meskipun pada akhirnya, romansa tersebut tidak dilanjutkan. Hanya sebuah ciuman di pipi Frank dan menyebut Frank adalah orang beruntung.

Giovanni Ribisi sebagai Elliot

         Elliot adalah karakter yang pendiam di awal. Ketika dia berbicara, gaya bicara dan kata-katanya terkesan arogan. Ketika dia berhasil menarik simpati para penyintas untuk merakit pesawat, perkembangan karakternya mulai terlihat. Dia mulai aktif, dan sayangnya kemudian semakin menunjukkan keinginannya untuk menjadi pemimpin. Penulis sudah melihat film dan serial televisi lain yang melibatkan Giovanni, dan karakter yang diperankan tidak jauh berbeda dengan film ini. Hanya saja di film ini, karakter menjadi protagonis di akhir.

Hugh Laurie sebagai Ian

         Ian adalah atasan Kelly. Digambarkan sebagai pria perusahaan yang memiliki rasa gengsi untuk disamaratakan dengan para kru kilang minyak. Awalnya bersikap arogan dan menyalahkan Davis atas kecelakaan pesawat. Merasa sebagai orang penting dan yakin tim penyelamat akan mencarinya. Namun sifat itu berubah karena ia tidak punya pilihan selain bekerja sama dengan para penyintas lain. Ian sempat depresi dan hampir membunuh Elliot.

Tony Curran sebagai Alex Rodney

             Rodney adalah kru kilang minyak berambut keriting dan brewok. Dia adalah satu-satunya kru kilang minyak yang berseragam oranye. Terlepas dari konfliknya dengan AJ dan Ian, Rodney memiliki simpati pada mereka sebagaimana kepeduliannya pada penyintas lain.

Kirk Jones sebagai Jeremy

          Jeremy adalah pria kekar berkepala botak dengan penutup mata seperti bajak laut. Kemunculan Jeremy dengan penutup mata tersebut membuat persepsi seakan Jeremy adalah orang jahat. Namun dibalik penampilannya, Jeremy adalah pekerja keras dan peduli terhadap penyintas lain.

Jacob Vargas sebagai Sammi

      Sammi adalah koki kilang minyak. Dia adalah pria Amerika-latin berbadan gempal yang memiliki pacar. Bertanggung jawab mengelola makanan para penyintas. Sammi adalah orang yang ramah. Sekalipun dia dalam keadaan marah, suaranya tetap rendah.

Scott Michael Campbell sebagai Liddle

              Liddle adalah kru kilang minyak yang diceritakan memiliki istri dan dua anak. Terkadang dia bersikap ceroboh. Namun dia tetap peduli pada penyintas lainnya. Awalnya ia memiliki rasa pesimis terhadap kepemimpinan Frank, terlebih setelah saran dari Elliot muncul. Dia memutuskan kabur dari pesawat dan mencari bantuan sendiri. Setelah sepakat dengan Frank, dia pun menjadi pekerja keras.

Kevork Malikyan sebagai Rady

         Rady adalah yang paling tua dari semua penyintas. Dia adalah orang yang paham tentang gurun tempat mereka terjebak, juga paham tentang perampok yang mengancam nyawa mereka. Rady juga orang yang memberi nama pesawat baru mereka “Phoenix”. Dia digambarkan sebagai pria yang bijak dan rendah hati. Meski begitu, kemunculan awal Rady agak membingungkan. Penyebabnya adalah tasbih yang dipegang setelah pesawat kecelakaan. Penulis sempat mengira Rady adalah orang Muslim. Namun karena tidak ada adegan shalat, penulis akhirnya mengira Rady adalah orang Yahudi. Hingga kemudian dialog antara Sammi dan Rady di pertengahan film menjelaskan bahwa, Rady adalah orang yang tidak terlalu percaya agama.

Jared Paladecki sebagai Davis
       Davis adalah karakter minor. Diperankan oleh Jared Paladecki, yang terkenal lewat serial televisi, Supernatural. Penampilan Jared Paladecki di film ini membuatnya agak sulit dikenali oleh penulis. Davis adalah orang yang percaya dengan jimat keberuntungan. Dan kemudian merasa bersalah atas jimatnya tersebut akibat perkataan Ian. Davis adalah karakter yang rapuh, mudah panik, dan kekanak-kanakan.

Paul Ditchfield sebagai Dr. Gerber
              Dr. Gerber adalah karakter minor. Dia digambarkan sebagai pria tua yang ramah, dan dengan senang hati mendengar cerita Liddle. Sayangnya, ia tewas saat kecelakaan pesawat.

Martin Hindy sebagai Newman
               Newman adalah salah satu kru kilang minyak. Dia hanya mendapat satu dialog di film, yaitu ketika melerai AJ dan Rodney. Newman duduk di samping Liddle dan tewas saat kecelakaan pesawat.

Bob Brown sebagai Kyle

           Kyle adalah kru kilang minyak yang menang taruhan atas Liddle dan memenangkan arlojinya. Saat di pesawat, dia duduk paling belakang. Sehingga menyebabkan Kyle yang pertama tewas saat kecelakaan pesawat terjadi.

Anthony Wong sebagai Ketua Perampok
                Kemunculannya hanya sebentar. Namun sudah menunjukkan bahwa, ia adalah karakter yang licik, kejam, dan dingin.


Cerita
            Cerita yang disajikan dalam film “Flight of The Phoenix” cukup menarik bagi penulis. Selain karena film dengan tema bertahan hidup merupakan salah satu kegemaran penulis, konflik yang ditampilkan juga cukup membuat penulis hanyut ke dalam cerita. Dimulai dengan adegan pesawat yang melintasi gurun menuju kilang minyak di Mongolia. Pesawat tersebut menjemput para pekerja di sana. Lima menit pertama menjelaskan bahwa, kilang minyak tersebut ditutup karena bangkrut, memaksa semua pekerja dan manajernya pulang ke Amerika. Muncullah Frank Towns, pilot pesawat H0180-H dan co-pilotnya, AJ, menjemput 11 staf kilang minyak. Saat hendak berangkat, muncullah seorang pria bernama Elliot, yang diceritakan merupakan orang selamat dari kecelakaan pesawat di Mongolia saat cuti untuk berkeliling dunia, sehingga terpaksa harus tinggal bersama para pekerja kilang minyak.

           Pesawat H0180-H akhirnya lepas landas meninggalkan kilang minyak. Namun di tengah jalan, badai pasir yang besar mengantam pesawat itu. Komunikasi terputus, beberapa komponen pesawat rusak, bagian palka terbuka menyebabkan tewasnya Kyle karena terjatuh ke tanah. H0180-H mengantam batu berbentuk lingkaran, menyebabkan pesawat itu jatuh di tengah gurun Gobi, dan menewaskan dua orang lagi yakni Dr. Gerber dan Newman. Kesebelas orang yang selamat, termasuk Frank, akhirnya mencari cara keluar dari gurun tersebut.

           Bagian di mana Frank menegaskan posisinya sebagai pilot sekaligus pemimpin para penyintas, agak sedikit menjengkelkan di awal. Dimana pada saat itu, Frank memilih untuk tetap diam di tempat sampai tim penyelamat datang. Terkesan keras kepala dan otoriter. Saat keadaan memanas akibat masalah air minum dan keinginan pergi dari pesawat untuk mencari bantuan, Elliot datang menawarkan solusi dengan mengatakan bahwa, dia mampu merakit ulang pesawat dari sayap dan baling-baling pesawat yang belum rusak. Di sinilah yang menjadi awal dari inti cerita.

       Ada adegan ketika Davis merasa bersalah akibat melakukan ritual keberuntungan sebelum pesawat berangkat. Davis yang masih memikirkan hal itu keluar untuk buang air kecil di malam hari yang akan segera badai. Sayangnya, ia tersandung lalu terjatuh ke padang pasir yang luas dan tidak bisa menemukan H0180-H. Dia terjebak di badai pasir dan tewas. Adegan ini merupakan salah satu hal paling mengerikan yang penulis lihat dalam film ini ketika pertama kali menontonnya. Terlebih ketika menampilkan tubuh Davis yang sudah terkoyak karena badai pasir keesokan harinya. Waktu itu sensor belum gencar di televisi Indonesia, sehingga adegan ini sangat jelas.

        Selanjutnya ada adegan ketika Frank harus mencari Liddle yang kabur dari pesawat karena Frank tidak setuju dengan saran Elliot. Akting Dennis Quaid saat berjalan di gurun ditambah musik latar ikut menambah suasana gerah. Meskipun penulis masih bertanya-tanya, bagaimana Frank bisa menemukan Liddle hanya dengan mengikuti jejak kakinya? Tentu saja jejak kaki itu terlihat jelas di pasir, namun setelah berjam-jam berjalan kaki mengikuti jejak kaki Liddle, ditambah dengan angin yang terus bertiup dan bisa mengubah bentuk pasir sertiap saat, rasanya kurang masuk akal jika jejak kaki itu masih ada di sana.
Frank mencari Liddle

 
Frank berusaha meyakinkan Liddle untuk kembali
        Cerita berlanjut setelah beberapa kematian dan konflik yang berlangsung menjelang pertengahan film. Frank akhirnya memutuskan untuk merakit pesawat setelah berbicara dengan Liddle yang berusaha mencari bantuan sendiri di tengah padang pasir. Sikap Frank yang keras kepala berubah menjadi pendengar yang baik namun tetap disertai ketegasan. Pesawat H0180-H mulai dipreteli lalu disatukan ulang sesuai desain dari Elliot. Di pertengahan cerita ini, ada momen yang cukup mendebarkan, dimana drum-drum minyak yang mungkin adalah sisa dari kilang minyak meledak karena percikan api sisa pembakaran masakan Sammi. Bagaimanapun, Sammi tidak bisa disalahkan dalam hal ini. Untungnya, tidak ada korban jiwa. Namun hal itu membuat mereka terpaksa bekerja di siang hari yang terik.

          Momen yang agak membingungkan terjadi ketika adegan dimana Elliot memerintahkan Sammi yang hanya koki kilang minyak, untuk menjadi pemandu pemasangan sayap pesawat. Adegan yang kurang mudah dicerna oleh penulis, seperti karakter Sammi yang juga bingung mengapa harus dia yang menjadi pemandu dibanding kru yang lain. Untungnya, pemasangan berhasil, dan Sammi masih hidup setelah dikira tewas akibat tertimpa sayap pesawat. Setelah momen yang membingungkan dan menegangkan ini, momen yang membuat ceria menyusul. Jeremy yang kesal karena Sammi memutar lagu mellow di radionya, mengganti lagu menjadi lagu OutKast yang berjudul “Hey Ya!”.
Adegan ini membuat penulis tersenyum karena ikut merasakan kegembiraan di dalamnya, terlebih karena 58 menit pertama penuh dengan adegan mendebarkan. AJ yang menari gembira, disusul Rodney dan Jeremy; Liddle, Sammi, dan Frank yang bersantai; begitu pula Rady dan Kelly yang bermain kartu; serta Ian yang bermain golf. Hanya Elliot yang terlihat tidak bisa santai. Lagu terus diputar seiring dengan adegan berganti menjadi para penyintas yang kembali bekerja. Bagian favorit penulis dari sequence ini adalah melihat Ian bekerja, karena awalnya penulis berpikir bahwa karakter Ian dengan latar belakang manajer kilang minyak akan membuatnya malas-malasan untuk ikut bekerja merakit pesawat.
Ian ikut bekerja

             Setelah beberapa konflik, termasuk dengan Elliot yang mulai menunjukkan sifat aslinya yang ingin jadi pemimpin para penyintas, bagian lebih mendebarkan dimulai. Yakni ketika Kelly menemukan bahwa, para perampok padang pasir berada di dekat mereka. Frank, AJ, dan Rady, mulai mengawasi pergerakan perampok. Setelah diskusi agak lama, akhirnya diputuskan AJ, Rodney dan Ian pergi menuju perkemahan perampok itu untuk mencoba membeli air. Lagu Massive Attack berjudul “Angel” mengiringi adegan ini. Dan bagian paling menyedihkan adalah bagian ketika Rodney tertembak lalu digotong kembali ke H0180-H yang sudah berubah nama menjadi Phoenix. Lagu “Angel” terus dimainkan sampai adegan ini selesai, dan setiap detik dari adegan sungguh terasa atmosfir kesedihannya. Terlebih di bagian AJ yang berteriak “HELP!” dan adegan berganti menjadi menggotong Rodney, juga ketika Liddle menangis karena merasa bersalah, serta Ian yang bertanya kepada Frank tentang kata-kata terakhir Rodney.







adegan kematian Rodney


       Cerita masih berlanjut dan masalah bertambah ketika semua penyintas terpaksa menyetujui Elliot sebagai pemimpin mereka. Penulis merasa sangat kesal melihat perkembangan karakter Elliot yang sangat menunjukkan keegoisan dan tidak punya rasa empati. Namun plot twist terbongkarnya latar belakang Elliot sebenarnya yang hanya seorang kepala desainer model pesawat terbang berukuran kecil akhirnya mampu meruntuhkan sikap keegoisan dan kepemimpinannya. Terlebih saat Ian yang sudah putus asa hampir saja menembak kepala Elliot. Pada bagian ini cukup mendebarkan, dimana saat Ian berbicara, suara teriakan disekitarnya bahkan teriakan Elliot menjadi samar.

Elliot menunjukkan rasa ingin memimpin
Terbongkarnya latar belakang Elliot
Ian hampir membunuh Elliot

Liddle kemudian melihat Phoenix yang bergerak-gerak tertiup badai dan bersorak gembira karena Phoenix ternyata benar-benar bisa terbang. Pada bagian ini, sebenarnya tanda-tanda Phoenix benar-benar bisa terbang tidak terlalu tampak. Hanya roda bagian depan dan sayap yang sedikit terangkat, dan terkesan hanya bergerak karena tertiup badai.


Menjelang bagian klimaks film, para penyintas menarik Phoenix menuju padang pasir yang landai sebagai landasan terbang. Singkat cerita, semua karakter berbaikan, dan adegan dilanjutkan dengan Frank yang mencoba menghidupkan Phoenix. Lima kali kesempatan yang diambil Frank memakan durasi sekitar 3 menit, meski begitu tidak ada rasa bosan, melainkan adegan ini cukup sukses membuat penulis menahan napas.




Dan ketika Phoenix berhasil dinyalakan, lalu musik latar dimainkan, benar-benar momen yang membahagiakan.
Phoenix berhasil dinyalakan
Namun cerita belum selesai dan baru memasuki klimaks, karena saat akan lepas landas, Rady melihat kelompok perampok gurun dalam jumlah besar. Setelah memperingatkan Frank, Phoenix segera meluncur. Sayangnya bagian kemudi Phoenix terlepas karena terkena tembakan dan Elliot terpaksa turun tangan memperbaikinya. Pada bagian ini, penulis sempat berpikir Elliot akan tewas.

Elliot berhasil memperbaiki kemudi, Phoenix masih melaju di daratan sampai menuju jurang. Dan seperti adegan dalam film kebanyakan yang membuat penonton mengira mereka gagal, Phoenix meluncur ke jurang, namun muncul kembali beberapa detik kemudian dan sukses terbang membawa para penyintas pulang.





Sebuah cerita yang sangat mengesankan penulis. Meskipun ada beberapa kekurangan seperti yang sudah disebutkan sebelumnya. Kekurangan kecil lainnya adalah bagian ketika Rady menjelaskan tentang gurun Gobi kepada para penyintas. Adegan tersebut tidak menampilkan Davis sedikitpun. Davis baru muncul di adegan setelahnya, yakni menjelang kematiannya. Sehingga terkesan bahwa kedua sequence tersebut “terbalik”. Namun secara keseluruhan, termasuk happy ending, “Flight of The Phoenix” cukup memuaskan dan berhasil menguras emosi di beberapa bagian.


Sinematografi dan editing
                Film berlatar di gurun Gobi, maka warna yang digunakan adalah warna-warna panas. Pada adegan hujan kilat dan malam hari, hanya tingkat cahaya dan kecerahan dalam pengeditan yang diturunkan. Hanya ada satu sequence yang terlihat memaksakan untuk bisa terlihat malam hari. Yakni ketika AJ, Rodney, dan Ian, memasuki perkemahan perampok. Adegan sebelumnya, yakni ketika Frank, AJ, dan Rady mengawasi perampok, masih bisa terlihat meyakinkan sebagai latar waktu malam hari. Namun ketika adegan memasuki perkemahan sampai berteriaknya AJ meminta tolong, terkesan seperti hue dan suhu film yang diturunkan sehingga menghasilkan warna biru.



                Selain itu, bagian ketika Liddle dan Frank mengendap-endap mengawasi para perampok, kemudian Liddle melihat arlojinya dan spontan berkata itu arlojinya, lalu Frank memberi isyarat pada Liddle untuk diam, memberi kesan bahwa, Frank yang bersalah atas tertembaknya Rodney.

                Adegan favorit penulis adalah ketika menggotong Rodney. Shot yang cukup shaky dipadukan dengan lagu “Angel” di bagian yang beat-nya semakin kencang berhasil membawa suasana panik dan sedih. Ada bagian ketika Rodney dibaringkan di atas meja, dan Elliot berjalan mundur. Butuh beberapa saat bagi penulis untuk menyadari bahwa itu Elliot, bukan kru film yang  tidak sengaja masuk ke dalam adegan.


Best lines
                Dari sekian banyak dialog dalam film, ada dua yang menjadi favorit penulis. Yang pertama dialog Rady dan Sammi ketika Rady menulis kata “Phoenix” di pesawat.

Sammi  : ”I thought you weren’t religious, Rady?”
Rady      : “Spirituality is not religion. Religion divides people. Believing something unites them.”





                Sangat menginspirasi, mengingat keadaan hari ini orang-orang berani berbuat kekejaman dengan mengatasnamakan agama.

                Dan yang kedua datang dari Frank Towns sendiri. Tidak terlalu menginspirasi. Namun momen yang tepat dan membahagiakan, membuatnya menjadi salah satu dialog favorit penulis.

Frank Town        :
                “Everybody, come! Let’s go home! Come on!”


  
Kesimpulan

                Meskipun ada beberapa bagian yang menurut opini penulis merupakan kekurangan,  fim “Flight of The Phoenix” menyajikan cerita yang memuaskan, beberapa adegan dan dialog yang menginspirasi, serta pesan medalam untuk pantang menyerah. Perkembangan karakter yang terjadi di tengah film, berlanjut di bagian klimaks karena sesuatu yang terjadi pada para karakter dan membuktikan bahwa, mereka bisa berkerja sama. Happy ending yang ditunjukkan dengan foto-foto apa yang terjadi pada para karakter setelah mereka berhasil selamat dari gurun Gobi semakin memuaskan penulis.

Works Cited

Herawan, B. A. (2019, Januari 6). Memang Kenapa Kalau Orang Awam Bikin Review Film? Retrieved Juni 23, 2019, from Medium: https://medium.com/@aryandiaz/memang-kenapa-kalau-orang-awam-bikin-review-film-d4559c2ae19
Moore, J. (Director). (2004). Flight of The Phoenix [Motion Picture].
Sadli, I. (2017, September). Belajar Cara Menulis Review Film. Retrieved Juni 23, 2019, from ilhamsadli: https://www.ilhamsadli.com/2017/09/belajar-cara-menulis-review-film.html



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Film "The Ninth Gate"

REVIEW FILM “SIGNAL 100”